Kamis, 21 Februari 2013

ANGKA KEMATIAN IBU


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kedua kalinya sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah mengarahkan kita kepada agama yang diridhoi Allah SWT yakni agama Islam.
Namun kami yakin tanpa adanya bimbingan, dorongan, motivasi dan do’a, makalah  ini tidak akan terwujud.
Selain itu ucapan terima kasih kami kepada yang terhormat. Akhir kata penulis menyadari makalah ini masih banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun informasi yang terkandung didalam makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan dimasa yang akan datang. Dan semoga makalah ini bisa membawa manfaat bagi kita khususnya bagi penulis. Amin.


Daftar isi
Kata pengantar......................................................................................................................   1
Bab I.  Angka kematian ibu dan bayi di NTB.........................................................................    3   
Bab II. Tingginya angka kematian ibu.....................................................................................    4
Bab III. Upaya menurunkan AKI...........................................................................................    6
Bab IV. 5 strategi menurunkan AKI ......................................................................................     7
Bab V. Penutup.....................................................................................................................    10




Bab I

Usaha pemerintah Provinsi NTB untuk menekan angka kematian ibu dan bayi masih cukup berat,sebab hingga kini angka kematian ibu dan bayi di daerah ini masih sangat tinggi. Data tahun 2009 menyebutkan, jumlah kematian bayi menembus angka 545 orang. Sedangkan untuk kematian ibu saat melahirkan berjumlah 121 orang dari 93.281 proses melahirkan.
Data tersebut dibeberkan oleh Kepala Bappeda NTB H Rosiady Sayuti. Menurutnya angka kematian bayi ini sebenarnya turun jika dibandingkan dengan tahun 2006 lalu. Saat itu jumlah ibu yang meninggal mencapai 360 orang dari 100.000 proses melahirkan. “ Atau rata-rata 72 orang per seribu proses melahirkan,” jelasnya.
Meski begitu, Pemprov. NTB katanya tetap akan berusaha untuk mengejar rata-rata angka kematian ibu dan bayi nasional yang hanya 42 orang meninggal per 1.000 proses melahirkan.Menurutnya keinginan itu memperlihatkan titik terang seiring berbagai langkah yang telah dilakukan pemerintah. ”Sekarang melahirkan kan gratis, jadi semoga ini bisa menekan angka kematian ibu dan bayi,” ucapnya.
Saat ini alokasi dana APBD untuk bidang kesehatan juga cukup tinggi, yaitu sekitar 14,6 %. ”Tapi tentu niat kami ini hanya bisa terlaksana jika ada bantuan dari masyarakat,” ungkapnya. Dia mengatakan angka kesehatan di NTB bila dilihat dari rata-rata nasional masih sangat rendah, karena itu perlu digenjot lagi, sehingga dalam dua atau tiga tahun ke depan, NTB sudah bisa berada di papan tengah ranking kesehatan masyarakat secara nasional.



Bab II

Pada kesempatan kali ini saya ingin membahas salah satu masalah di Provinsi NTB yang cukup kompleks, yaitu masalah tingginya angka kematian ibu dan bayi. Dimana angka kematian ibu dan bayi di NTB termasuk kategori sangat tinggi dibandingkan daerah lain di Indonesia.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi NTB pada tahun 2010 jumlah kematian ibu adalah 113 orang dan sampai bulan juni 2011 jumlah kematian ibu adalah 72 orang. Sehingga kemungkinan meningkatnya kematian ibu melahirkan sangatlah besar. Apabila dilihat dari data  rata-rata angka kematian ibu melahirkan secara nasional sebesar 228 angka kematian ibu per 100 ribu kelahiran. Sedangkan di NTB, angka kematian ibu jauh melebihi angka rata-rata nasional yang mencapai 320 angka kematian ibu per 100 ribu kelahiran. Lalu untuk angka kematian bayi secara nasional sebesar 34 angka kematian bayi per 1000 kelahiran. Sedangkan di NTB memang cukup jauh dari angka rata-rata nasional yang mencapai 74 angka kematian bayi per 1000 kelahiran
Saya sendiri ketika membaca data tersebut agag terkejut, namun begitulah keadaan di NTB. Maka tidak heran apabila indeks pembangunan manusia (IPM) di NTB yang berada pada urutan ke 32 dari 33 provinsi di Indonesia, karena IPM juga dipengaruhi oleh angka kematian ibu melahirkan dan kematian bayi.
Melihat tingginya angka kematian ibu dan anak ini, pemerintah sudah berusaha untuk melaksanakan program Angka Kematian Ibu Nol (AKINO). Dimana program ini telah dilaksanakan sejak 2009, dan dalam impelementasi program ini, pemerintah menggalakkan posyandu dan peran penyuluh KB. Khusus posyandu, telah digelontorkan anggaran sekitar Rp 7 miliar untuk membanguan posyandu di beberapa daerah di kabupaten/kota. Sedangkan untuk membantu penyuluh KB dalam menjalankan tugasnya memberikan penyuluhan pentingnya program KB dalam mensuskseskan program AKINO, telah diberi bantuan puluhan unit kendaranaan kepada penyuluh.
Teman-teman, walaupun demikian angka kematian ibu dan bayi masih tinggi, terutama di daerah padat penduduk seperti di Lombok Timur. Dimana ada beberapa faktor yang memengaruhi masih tingginya angka kematian ibu melahirkan dan bayi, walaupun sudah ada usaha dari pemerintah untuk menekan angka tersebut yaitu :

1.   Masih kentalnya tradisi dan budaya

Dimana salah satu tradisi masyarakat didaerah adalah bersalin di dukun dan enggan bersalin di bidan atau di rumah sakit. Sehingga kemungkinan terjadinya kematian ibu dan bayi sangat besar karena bisa jadi sang ibu saat melahirkan tidak mendapat pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkannya.
2.   Letak geografis

Letak geografis yang berjauhan juga merupakan faktor tingginya angka kematian ibu dan bayi, karena sulitnya petugas untuk menjangkau tempat tersebut seperi daerah Bima dan Dompu yang jauh.
3.   Masih adanya pungutan
Walaupun seharusnya dengan adanya program ini, masyarakat miskin dibebaskan dari biaya bersalin dan memeriksa kesehatan, namun masih ada saja yang kecolongan. Sehingga masyarakat yang memang tidak mampu masih terhambat mendapat pelayanan kesehatan dikarenakan tidak ada biaya.

4.    Kurangnya fasilitas
Fasilitas seperti alat transportasi dan fasilitas untuk petugas kesehatan juga sangat penting untuk ditingkatkan. Selain itu fasilitas kesehatan juga harus terus di perbaharui sesuai dengan kebutuhan.
Sehingga saya memiliki beberapa usulan kepada pemerintah agar program AKINO ini bisa lebih tepat lagi sehingga bisa menekan jumlah kematian ibu melahirkan dan kematian bayi, yaitu :

1.      Meningkatkan sosialisasi secara intens

Sosialisasi tidak hanya dilakukan sekali atau dua kali, namun harus terus dilakukan secaraintens terutama didaerah yang masih kental tradisi melahirkan didukun dan daerah yang padat penduduk serta tinggi angka kematian ibu dan anaknya seperti di Lombok Timur.

2. Menyediakan fasilitas

Untuk mencapai daerah yang jauh sangat dibutuhkan kendaraan seperti menuju tempat didaerah Dompu dan Bima. Selain fasilitas transportasi, tidak lupa juga fasilitas bagi petugas kesehatan yang ditempatkan didaerah terpencil.

3. Bekerjasama dengan tokoh masyarakat

Dengan dilakukannya pendekatan dengan tokoh masyarakat atau tokoh adat tentang pentingnya pelayanan kesehatan terutama untuk ibu melahirkan dan bayi, maka akan lebih mudah untuk melakukan pendekatan dengan masyarakatnya.

4. Dilakukan evaluasi

Evaluasi sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah program AKINO ini sudah tepat sasaran atau belum, karena hingga saat ini masih saja ada pungutan yang memberatkan.
Tingginya angka kematian ibu melahirkan dan kematian bayi di NTB sangat tinggi dan sudah waktunya untuk menekan angka tersebut agar tidak semakin bertambah namun harus terus dikurangi. Karena itu sangat memengaruhi indeks pembangunan manusia (IPM). selain itu masa depan negeri ini juga tergantung dari bayi-bayi yang lahir saat ini, apabila saat ini ibu melahirkan dan bayi tidak mendapat pelayanan kesehatan yang memadai maka itu dapat menjadi faktor terhambatnya pembangunan dan regenerasi dimasa depan untuk mengembangkan negara yang lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Top of Form
Bottom of Form


Bab III

Angka kematian ibu merupakan angka yang didapat dari jumlah kematian ibu untuk setiap 100.000 kelahiran hidup, sehingga berkaitan langsung dengan kematian ibu. Kematian ibu adalah kematian wanita dalam kehamilan atau sampai dengan 42 hari pasca-terminasi kehamilan, yang disebabkan kehamilan, manajemen tatalaksana, maupun sebab lain. Penyebab kematian tersebut dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab utama yang mendasari. Dalam upaya memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO telah menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini, diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.
Di berbagai negara di dunia, upaya menurunkan angka kematian ibu telah menunjukkan banyak keberhasilan. Negara-negara tersebut berhasil menekan angka kematian ibu sedemikian rupa, karena adanya kebijakan yang dilakukan secara intensif, misalnya menambah subsidi masyarakat untuk pencegahan penyakit, perbaikan kesejahteraan, dan pemeriksaan kesehatan ibu. Beberapa masalah khusus, seperti tromboemboli, perdarahan, preeklampsia dan eklampsia, dan sebab-sebab mayor lainnya mendapat prioritas utama, karena persentase kematian ibu akibat masalah-masalah tersebut begitu tinggi. Sistem administrasi klinis juga perlu dibina, yang meliputi akreditasi pelayanan, manajemen risiko, peningkatan profesionalitas, dan pengaduan pasien.
            Dengan mengenali berbagai masalah utama terkait angka kematian ibu dan upaya-upaya potensial yang efektif dalam menurunkannya, maka secara keseluruhan tidak hanya mengurangi jumlah kematian, tetapi juga menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi, meskipun intervensi kesehatan yang dilakukan hanya meliputi aspek yang terbatas, seperti pengadaan tenaga terampil dalam pertolongan persalinan, tatalaksana gawat darurat obstetri yang memadai dan keluarga berencana, namun keberhasilan dalam upaya perbaikan kesehatan maternal ini secara tidak langsung akan meningkatkan derajat kesehatan bangsa.



Bab IV
Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, Kementerian Kesehatan menetapkan lima strategi operasional yaitu penguatan Puskesmas dan jaringannya; penguatan manajemen program dan sistem rujukannya; meningkatkan peran serta masyarakat; kerjasama dan kemitraan; kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011; penelitian dan pengembangan inovasi yang terkoordinir.
Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dalam paparan yang berjudul “Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Kesehatan Dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu” kepada para peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana di kantor BKKBN Jakarta, 26 Januari 2011.
Menkes menambahkan terkait strategi keempat yaitu kegiatan akselerasi dan inovasi tahun 2011, upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu:

1.      Kerjasama dengan sektor terkait dan pemerintah daerah telah menindaklanjuti Inpres no. 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional dan Inpres No. 3 tahun 2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan melalui kegiatan sosialisasi, fasilitasi dan advokasi terkait percepatan pencapaian MDGs. Akhir tahun 2011, diharapkan propinsi dan kabupaten/kota telah selesai menyusun Rencana Aksi Daerah dalam percepatan pencapaian MDGs yaitu mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya.
2.      Pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), mulai tahun 2011 setiap Puskesmas mendapat BOK, yang besarnya bervariasi dari Rp 75 juta sampai 250 juta per tahun. Dengan adanya BOK, pelayanan “outreach” di luar gedung terutama pelayanan KIA-KB dapat lebih mendekati masyarakat yang membutuhkan
3.      Menetapkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa indikator komposit (status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses pelayanan kesehatan) yang digunakan untuk menetapkan kabupaten/kota yang mempunyai masalah kesehatan. Ada 130 kab/kota yang ditetapkan sebagai DBK yang tahun ini akan didampingi dan difasilitasi Kementerian Kesehatan.
4.      Penempatan tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus, “mobile team”
5.      Akan diluncurkan 2 Peraturan Menteri Kesehatan terkait dengan standar pelayan KB berkualitas, sebagaimana diamanatkan UU no 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Selain itu menurut Menkes, pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan akan meluncurkan Jaminan Persalinan (Jampersal) yang mencakup pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan, nifas, KB pasca persalianan, dan neonatus. Melalui program ini, persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan meningkat, demikian pula dengan pemberian ASI dini, perawatan bayi baru lahir, pelayanan nifas dan KB pasca persalinan.

            Sasaran Jampersal adalah 2,8 juta ibu bersalin yang selama ini belum terjangkau oleh jaminan persalinan dari Jamkesmas, Jamkesda dan asuransi kesehatan lainnya. Ruang lingkupnya adalah : pelayanan persalianan tingkat pertama, tingkat lanjutan, dan persiapan rujukan di fasilitas kesehatan Pemerintah dan Swasta. Kelompok inilah yang akan ditanggung Jampersal. Pelayanan yang dijamin melalui Jampersal yaitu: pemeriksaan kehamilan 4 kali, pertolongan persalinan normal dan dengan komplikasi, pemeriksaan nifas 3 kali termasuk pelayanan neonatus dan KB paska persalinan, pelayanan rujukan ibu/bayi baru lahir ke fasilitas kesehatan lebih mampu.
Menurut Menkes terkait strategi penguatan Puskesmas dan jaringannya dilakukan dengan menyediakan paket pelayanan kesehatan reproduksi (kespro) esensial yang dapat menjangkau dan dijangkau oleh seluruh masyarakat, meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yaitu: Kesehatan ibu dan bayi baru lahir, KB, kespro remaja, Pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS; dan mengintegrasikan pelayanan kespro dengan pelayanan kesehatan lainnya yaitu dengan program gizi, penyakit menular dan tidak menular.
Kemampuan Puskesmas dan jaringannya dalam memberikan paket dasar tersebut akan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan masalah kesehatan setempat.
Pada saat ini ada 9.005 Puskesmas, terdiri dari Puskesmas non tempat tidur (TT), Puskesmas TT PONED (pelayanan obstetri neonatal emergensi dasar) dan Puskesmas TT non PONED, yang tersebar di seluruh kecamatan di Indonesia. Puskesmas pembantu dan pos kesehatan desa yang ada di desa-desa, akan lebih difungsikan dalam memberikan pelayanan KIA dan KB yang bersifat promotif, preventif dan pengobatan sederhana termasuk deteksi dini faktor risiko dan penyiapan rujukannya.
Beberapa propinsi juga telah menjadikan Puskesmas mampu melakukan deteksi dini kanker leher rahim, Puskesmas santun usia lanjut, dan sebagainya, sesuai kebutuhan lokal.

AKI Menurun
           Menkes juga mengatakan kemajuan yang dicapai dalam program kesehatan ibu yaitu penurunan AKI sebesar 41% dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2007. Sedangkan target MDGs pada tahun 2015, AKI dapat diturunkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Kematian ibu di rumah sakit disebabkan karena banyaknya kasus kegawat-daruratan pada kehamilan, persalinan dan nifas. Penyebab langsung kematian ibu yang terbanyak adalah: perdarahan, hipertensi pada kehamilan, partus macet, infeksi dan komplikasi aborsi.

           Persalinan di rumah dan ditolong oleh dukun, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masih tingginya AKI di Indonesia. Data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa persalinan di fasilitas kesehatan 55,4% dan masih ada persalinan yang dilakukan di rumah (43,2%). Pada kelompok ibu yang melahirkan di rumah ternyata baru 51,9% persalinan ditolong oleh bidan, sedangkan yang ditolong oleh dukun masih 40,2%, ujar Menkes.
Kondisi tersebut masih diperberat dengan adanya faktor risiko 3 Terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/ transportasi dan terlambat menangani dan 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah 20 tahun), terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali).

          Terkait dengan faktor risiko tersebut, data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa secara nasional ada 8,4% perempuan usia 10-59 tahun melahirkan 5-6 anak, bahkan masih 3,4% perempuan usia 10-59 tahun yang melahirkan anak lebih dari 7. Kelompok perempuan yang tinggal di perdesaan, tidak bersekolah, pekerjaannya petani/nelayan/buruh, dan status ekonomi terendah, cenderung mempunyai lebih dari 7, lebih tinggi dari kelompok lainnya.


Bab V
PENUTUP
                Kita sudah tau betapa berat resiko jadi seorang ibu dalam menjaga anaknya, maka janganlah hamil terlalu muda ataupun terlalu tua, karena bisa memungkinkan menambah angka kematian ibu di Indonesia.
            Sekian makalah dari kami semoga bermanfaat dan bisa mengurangi angka kematian ibu di Indonesia





Tidak ada komentar:

Posting Komentar